Perubahan Regulasi TKDN Bisa Dorong Keberlanjutan Produksi Manufaktur Domestik

- Editor

Jumat, 11 April 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Presiden Prabowo Subianto menghadiri acara Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa, 8 April 2025. Dalam kesempatan itu, ia menginstruksikan perubahan regulasi TKDN agar lebih realistis dan fleksibel.

Jakarta: Pada acara Sarasehan Ekonomi yang digelar di Menara Mandiri, Jakarta pada Selasa (8 /4/2025) lalu  Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan para menteri terkait untuk melakukan perubahan regulasi TKDN (tingkat kandungan dalam negeri) agar lebih realistis dan fleksibel.

Presiden Prabowo memberikan penekanan bahwa ketentuan TKDN saat ini cenderung dipaksakan sehingga Indonesia menjadi kalah kompetitif. Selanjutnya Presiden Prabowo menyampaikan bahwa implementasi TKDN bukan hanya regulasi semata, tapi juga menyangkut aspek yang lebih luas.

Disampaikan pengamat ekonomi Erwin Suryadi, apa  yang disampaikan oleh Presiden Prabowo  sesungguhnya menunjukkan bahwa Presiden  sangat memahami kondisi industri yang ada di Indonesia saat ini.

“Banyak ditemukan bahwa pabrikan-pabrikan dalam negeri masih kesulitan untuk menekan harga pokok produksi karena banyak bahan baku yang belum tersedia di dalam negeri, misalnya mesin untuk kendaraan bermotor, baja dengan spesifikasi khusus, dan bahkan alumunium pun belum bisa diproduksi di dalam negeri,” ujar Erwin kepada wartawan seperti diwartakan Pantau, Kamis (10/4/2025).

Grafis PDB manufaktur Indonesia. (Investortrust)

Erwin menyebut berdasarkan perbincangannya dengan beberapa pabrikan domestik, ditemukan fakta masih terbatasnya ketersediaan bahan baku. Akibatnya banyak pabrikan lokal yang labor intensive tadi kesulitan berproduksi. Sejumlah regulasi juga ia nilai telah membatasi impor bahan baku yang berujung pada keberlanjutan proses produksi, hingga komitmen mereka kepada pelanggan.

“Disinilah pembatasan kuota bahan baku ini menjadi permasalahan bagi pabrikan dalam negeri untuk bisa menjaga kinerja sekaligus harga jual. Panjangnya rantai suplai yang harus dijalankan hanya untuk memperoleh kuota, pembayaran bea masuk untuk bahan baku, dan sekaligus juga penerapan kebijakan pembebasan pajak bagi produk jadi impor menjadi fakta yang mendorong makin tidak kompetitifnya pabrikan dalam negeri dibandingkan dengan produk impor,” kata  Erwin.

Baca Juga :  PT PP (Persero) Tbk Masuk Daftar Bergengsi Fortune Southeast Asia 500, Tegaskan Reputasi sebagai BUMN Konstruksi Unggulan di Asia Tenggara

Fakta ini juga, lanjut Erwin,  diakui oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, yang dalam acara yang sama juga menyampaikan bahwa penghapusan kuota impor yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto akan sangat membantu eknomi Indonesia. Sri Mulyani menambahkan bahwa kuota impor selama ini tidak memberikan penerimaan negara, menambah beban transaksi dan menimbulkan ketidakpastian perdagangan.

Menurut Erwin,  terobosan berani dari Presiden Prabowo Subianto ini nantinya akan mendorong pabrikan dalam negeri  semakin berani  mendapatkan pesanan dan juga melakukan terobosan-terobosan teknologi yang bisa menyerap tenaga kerja. Pasalnya  waktu dan tenaga serta biaya dari pabrikan tidak lagi dihabiskan untuk memikirkan bagaimana memperoleh kuota bahan baku impor yang selalu dibatasi dengan alasan-alasan yang kurang transparan.

“Demikian juga dengan pengambil kebijakan di Kementerian terkait, dimana selama ini kerap kali dianggap menjadi penyebab lambatnya birokrasi padahal langkah yang dilaksanakan tersebut hanya langkah untuk memenuhi ketentuan yang sudah dikeluarkan oleh Menteri terkait. Belum lagi kalau ada Pertek-Pertek yang bertabrakan dan tidak sinkron antar Kementerian dan Lembaga terkait,” tuturnya.

Grafis manufaktur pada ekonomi. (investortrust)

Dalam kesempatan yang sama Erwin juga menyoroti  penerapan TKDN melalui pembatasan-pembatasan kuota impor tersebut sejatinya bukan berarti Pemerintah ingin mematikan pabrikan dalam negeri. Tapi justru ingin memberikan kesempatan bagi Pabrikan dalam negeri untuk bisa bersaing, lebih inovatif dan bisa memenuhi komitmen penyediaan barang sesuai dengan harapan dari pelanggan.

Salah satu sistem yang digunakan untuk membatasi kuota impor adalah dengan menerapkan konsep Harmonized System Code (HS Code) guna melakukan klasifikasi jenis barang,  yang tujuannya untuk memudahkan pentarifan, transaksi perdagangan, hingga tracking barang impor dari luar negeri yang akan masuk ke Indonesia.  

Baca Juga :  Indogo Business Community (IBC), Sebuah Komunitas Untuk Pebisnis yang Ingin Bertumbuh dan Berkembang

Dr Erwin Suryadi MBA, pengamat ekonomi dan kebijakan publik. Foto: Istimewa 

“Salah satu kelemahan dari HS Code ini adalah kesulitan untuk memberikan kodifikasi yang tepat terhadap barang-barang yang bisa diimpor atau tidak. Dengan  kuota-kuota impor dicabut,  diharapkan barang-barang khususnya bahan baku impor tidak lagi menjadi masalah dan pabrikan dalam negeri bisa segera mendorong kembali investasinya untuk bisa menciptakan pabrikan dalam negeri yang memenuhi standar kualitas yang diharapkan, harga yang bersaing, dan waktu pengiriman yang tepat,” ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda, Achmad Nur Hidayat, pengamat ekonomi dan kebijakan publik UPN Veteran Jakarta mengatakan, Indonesia juga harus secara jujur mengidentifikasi dan mengatasi kelemahan struktural yang dapat menggerus daya tawarnya dalam menghadapi kebijakan tarif yang dilakukan Donald Trump.

Ketergantungan yang masih cukup tinggi pada ekspor produk manufaktur padat karya tradisional seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur ke pasar AS (sekitar 32% ekspor non-migas) menempatkan Indonesia dalam posisi rentan.

“Produk-produk ini relatif mudah digantikan oleh negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, atau Meksiko, yang mungkin lebih agresif dalam menawarkan insentif atau memiliki perjanjian perdagangan yang lebih menguntungkan dengan AS,” ujar Achmad seraya menyebut sejatinya industi TPT dan Alas Kaki Indonesia sudah lama kalah bersaing karena gempuran impor dari China.

“Selain itu, tantangan regulasi domestik yang sering dikeluhkan investor asing, termasuk dari AS – seperti birokrasi yang berbelit, ketidakpastian hukum, dan isu terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dapat menjadi batu sandungan,” tuturnya.

Artikel ini juga tayang di VRITIMES

Berita Terkait

KAI Daop 1 Jakarta Lakukan Pengecekan Lintas dalam Rangka Persiapan Angkutan Nataru 2025/2026
Bittime Pay Day Gain Day, Ajak Generasi Muda Melek Investasi
Tanjung Priok Hub 5.0: Sinergi KAI Daop 1 Jakarta dan Pemkot Jakarta Utara Dorong UMKM Berkembang
Mengelola Keuangan Saat Transisi Karier, Butuh Jembatan Finansial Sementara?
Menabung untuk Pensiun di Usia Muda, Apakah Worth It?
Tingkatkan Kompetensi dan Profesionalisme, KAI Daop 8 Surabaya Gelar Diklat Dasar Kehumasan
Dunia Lagi Ramai! Apa Dampaknya ke Pengiriman Luar Negeri dari Indonesia?
Perkuat Konektivitas Trans Jawa, JTT Dukung Efisiensi Logistik dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 30 Oktober 2025 - 03:59 WIB

KAI Daop 1 Jakarta Lakukan Pengecekan Lintas dalam Rangka Persiapan Angkutan Nataru 2025/2026

Rabu, 29 Oktober 2025 - 22:39 WIB

Bittime Pay Day Gain Day, Ajak Generasi Muda Melek Investasi

Rabu, 29 Oktober 2025 - 20:32 WIB

Tanjung Priok Hub 5.0: Sinergi KAI Daop 1 Jakarta dan Pemkot Jakarta Utara Dorong UMKM Berkembang

Rabu, 29 Oktober 2025 - 19:53 WIB

Mengelola Keuangan Saat Transisi Karier, Butuh Jembatan Finansial Sementara?

Rabu, 29 Oktober 2025 - 19:47 WIB

Menabung untuk Pensiun di Usia Muda, Apakah Worth It?

Rabu, 29 Oktober 2025 - 17:55 WIB

Dunia Lagi Ramai! Apa Dampaknya ke Pengiriman Luar Negeri dari Indonesia?

Rabu, 29 Oktober 2025 - 17:35 WIB

Perkuat Konektivitas Trans Jawa, JTT Dukung Efisiensi Logistik dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Rabu, 29 Oktober 2025 - 17:04 WIB

Jaga Kenyamanan Pengguna Jalan, JTT Lanjutkan Pemeliharaan di Tol Jakarta–Cikampek

Berita Terbaru

Bisnis

Menabung untuk Pensiun di Usia Muda, Apakah Worth It?

Rabu, 29 Okt 2025 - 19:47 WIB