AlgariNews.Com, Pontianak Kalbar – Pengamat Hukum dan Bijakan Publik kembali soroti persoalan konflik agraria di wilayah Kalimantan Barat seolah-olah tidak pernah berakhir, namun kondisi seperti ini tidak ada upaya penyelesaian yang jelas dan terukur baik dari pemda kabupaten/kota maupun BPN.
“Pemda kabupaten / kota seolah – olah tidak mau tahu dengan adanya konflik agraria di wilayah hukumnya, terkesan persoalan pertanahan adalah sepenuhnya hak dan kewenangan BPN semata. Padahal banyak hal yang dapat dilakukan pemda kabupaten/ kota dalam upaya menyelesaikan maupun mengantisipasi terjadinya permasalahan pertanahan,” ungkap Dr. Herman Hofi yang juga sebagai Advokat.
Pemda bisa saja membantu masyarakat untuk melakukan percepatan sertifikasi lahan milik masyarakat yang telah dikuasai bertahun – tahun atau sudah dikuasainya secara turun menurun. Pemda juga bisa melakukan pendataan tanah di setiap keluarahan atau desa, dan banyak hal lainnya yang dapat dilakukan pemda.
“Ini hanya persoalan mau atau tidaknya saja. Selama ini terkesan terjadinya konflik agraria hanya bisa diselesaikan melalui penegakan hukum baik secara pidana maupun secara perdata,” kata Herman Hofi
Adanya persoalan sertifikat ganda terkesan pembatalan sertifikat hanya dapat dilakukan melalui proses peradilan. Ketika warga komplin atas sertifikat yang di duga ganda, atau diduga cacat administrasi atas terbitnya sebuah sertifikat BPN selalu mengarahkan agar diselesaikan di Pengadilan. Seolah olah tidak ada mikanisme lain-lainnya di pengadilan.
Menurutnya, dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan. BPN berwenang untuk membatalkan sertifikat hak atas tanah jika di duga cacat administrasi. Mikanismenya dapat mengajukan permohonan tertulis pada menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui BPN daerah tempat tanah itu.
Hal ini diatur pada permen persoalan konflik agraria di Kalimantan Barat seolah-olah tidak pernah berakhir, namun kondisi ini tidak ada upaya penyelesaian yang jelas dan terukur baik dari pemda kabupaten/kota maupun BPN. Bahkan Pemda Kabupaten/Kota seolah-olah tidak mau tahu dengan adanya konflik agraria di wilayah hukum nya. Terkesan persoalan pertanahan adalah sepenuhnya hak dan kewenangan BPN semata.
“Banyak hal yang dapat dilakukan pemda kabupaten/ kota dalam upaya menyelesaikan maupun mengantisipasi terjadinya permasalahan pertanahan. Pemda bisa saja membantu masyarakat untuk melakukan percepatan sertifikasi lahan milik masyarakat yang telah dikuasai bertahun-tahun, atau sudah dikuasainya secara turun menurun,” terangnya.
“Pemda juga bisa melakukan pendataan tanah di setiap keluarahan atau desa, dan banyak hal lainnya yang dapat dilakukan pemda. Ini hanya persoalan mau atau tidaknya saja,” pintanya
Selama ini terkesan terjadinya konflik agraria hanya bisa diselesaikan melalui penegakan hukum baik secara pidana maupun secara perdata. Adanya persoalan sertifikat ganda terkesan pembatalan sertifikat hanya dapat dilakukan melalui proses peradilan.
Ketika warga komplin atas sertifikat yang di duga ganda, atau cacat administrasi atas terbitnya sebuah sertifikat BPN selalu mengarahkan agar diselesaikan di Pengadilan. Seolah-olah tidak ada mekanisme lain selain di Pengadilan. Padahal dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan.
BPN berwenang untuk membatalkan sertifikat hak atas tanah jika di duga cacat administrasi.Mekanismenya dapat mengajukan permohonan permohonan tertulis pada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui BPN daerah tempat tanah itu.
Hal ini diatur pada permen agria No. 18/2021.
Kemudian permohonan itu dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu dan bahkan tampa permohonan pun BPN dapat membatalkan sertifikat tersebut, jika diyakini adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.
Pada permen agraria juga menjelaskan hal-hal yang menjadi cacat hukum administrasi atas penerbitan sertifikat hak atas tanah, yaitu terkait prosedur penerbitan sertifikat, atau Kesalahan subjek hak, Kesalahan objek hak, Kesalahan jenis hak, atau Kesalahan perhitungan luas atas tanah serta kekeliruannya yuridis dan data fisik. Untuk itu pengelolaan warkah tanah menjadi sangat penting, tidak boleh terjadi ada istilah warkah hilang, Pengamanan warkah menjadi kewajiban sepenuhnya BPN.
“Namun selama ini terkesan BPN tidk mau tangung jawab atas kekeliruan itu semua. Malah melemparkan tangung jawabnya pada pengadilan. Jika mikanisme dilakukan dengan baik dan benar, maka upaya polri dan kejaksaan dalam memberantas maraknya mafia tanah akan lebih cepat, dapat menzerokan adanya mafia tanah. Maka hal-hal masyrakat kecil yang tidak berdaya dapat terbantu.
Lanjutnya, masyrakat berharap BPN Pro aktif dan mau mengakui ada kesalahan atau kekeliruan dalam penerbitan sebuah sertifikat tanah serta para penegak hukum pun objektif dan mengedepankan hati nurani bahwa ada tetesan air mata masyarakat mengharapkan hak-haknya mereka kembali.
“Pada permen Agraria No.18b TH 2021 menegaskan Permohonan itu dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu. dan bahkan tampa permohonan pun BPN dapat membatalkan sertifikat tersebut jika diyakini adanya cacat hukum administrasi dalam penerbitannya,” jelas Herman Hofi.
Permen tersebut juga menjelaskan hal-hal yang menjadi cacat hukum administrasi atas penerbitan sertifikat hak atas tanah, yaitu terkait prosedur penerbitan sertifikat atau Kesalahan subjek hak, Kesalahan objek hak, Kesalahan jenis hak, atau Kesalahan perhitungan luas atas tanah serta kekeliruannya yuridis, dan data fisik. Untuk itu pengelolaan warkah tanah menjadi sangat penting, tidak boleh terjadi ada istilah warkah hilan, pengamanan warkah menjadi kewajiban sepenuhnya BPN.
“Selama ini terkesan BPN tidak mau tangungjawab atas kekeliruan itu semua. Malah melemparkan tangung jawabnya pada pengadilan. Jika mekanisme dilakukan dengan baik dan benar, maka upaya polri dan kejaksaan dalam memberantas maraknya mafia tanah akan lebih cepat dan dapat menzerokan adanya mafia tanah,” terangnya
Masyrakat kecil yang tidak berdaya dapat terbantu, berharap pihak BPN Pro aktif, dan mau mengakui ada kesalahan atau kekeliruan dalam penerbitan sebuah sertifikat tanah serta para penegak hukum pun objektif dan mengedepankan hati nurani bahwa ada tetesan air mata masyarakat mengharapkan hak-haknya mereka kembali.
Sumber : Dr Herman Hofi
Jurnalis : Jono