Tahun Politik 2024 Dan 9 Pedoman Berpolitik Warga NU
Menjelang tahun politik 2024 tepatnya hari Rabu 14 Februari 2024 dimana rakyat Indonesia akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPD-RI, DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota secara serentak diseluruh Indonesia menyoblos secara bersamaan 5 (lima) surat suara di TPS.
Tensi politik mulai terasa memanas menjelang mendaftaran calon Presiden dan calon Wakil Presiden tanggal 19-25 Oktober 2023, di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI). Para tim pendukung mulai saling serang di media sosial (medsos), saling menjatuhkan antara tim pendukung yang satu dengan tim penukung yang lainnya. Banyak kampanye hitam, hoak dan fitnah berseliweran di medsos tentu ini tidak baik bagi demokrasi kita yang berdasar Pancasila. Apalagi agama dijadikan alat politik untuk merebut kekuasaan dengan bahasa lain politisasi agama.
Demokrasi Pancasila mengajarkan kita tentang persatuan, kerukunan, saling menghargai perbedaan pandangan politik. Politik yang santun tidak saling serang yang dapat menyebabkan perpecahan antar anak bangsa. Jangan sampai kita diadu domba oleh kepetingan politik tertentu, menggadaikan persatuan yang sudah terbangun kokoh oleh ikatan kebangsaan Pancasila, Bhineka Tunggak Ika dan NKRI.
Sejalan dengan politik demokrasi Pancasila, kita sebagai warga NU harus mengikuti pedoman yang telah dirumuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam berpolitik. PBNU merumuskan 9 Pedoman Berpolitik Warga NU;
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur lahir dari batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan budaya yang berketuhanan Yang maha Esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjungjung tinggi persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpi oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh Indonesia.
5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran Nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama.
6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsesus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengalaman ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah.
7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam Pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam Pembangunan. (sumber : NUOnline)