Edi Mulyono dari Pulau Pari Suarakan Keadilan Iklim di Eropa: “Kami Bukan Penyumbang Emisi, Tapi Kami yang Tenggelam”

- Editor

Selasa, 24 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, 24 Juni 2025 — Edi Mulyono, seorang nelayan dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu, membawa suara masyarakat pesisir Indonesia ke panggung global dalam kampanye menuntut keadilan iklim di berbagai forum internasional di Eropa. Melalui partisipasinya dalam acara Re:Publica 2023 di Berlin dan sejumlah kegiatan di Bonn dan Swiss, Edi menyuarakan fakta tak terbantahkan: masyarakat yang paling terdampak perubahan iklim bukanlah yang paling banyak berkontribusi terhadap krisis tersebut.

Pulau Pari, seperti banyak wilayah pesisir di Indonesia, menghadapi dampak langsung dari kenaikan permukaan laut. Banjir rob yang semakin intens dan intrusi air laut ke sumber air bersih mengancam kelangsungan hidup masyarakat. “Dulu tidak pernah banjir rob. Sekarang, hampir setiap tahun rumah-rumah kami kebanjiran,” kata Edi. Ia menegaskan, perubahan iklim bukan lagi sekadar wacana, tapi kenyataan yang merusak tanah, mata pencaharian, dan identitas budaya masyarakat pulau.

Baca Juga :  Energy Academy Telah Gelar Sertifikasi POM Online Batch Ke-3 bagi Pengawas Madya

Sebagai nelayan, Edi merasakan langsung betapa sulitnya membaca cuaca dan melaut. “Bahkan nelayan sepuh bilang, cuaca sekarang sudah tak bisa ditebak. Ikan makin sulit dicari,” ungkapnya. Faktor-faktor seperti emisi global, pencemaran dari daratan, serta perubahan suhu laut telah mempersulit kehidupan nelayan kecil yang bergantung penuh pada keberlanjutan ekosistem laut.

Didampingi organisasi masyarakat sipil seperti WALHI dan ECCHR (European Center for Constitutional and Human Rights), Edi menyampaikan tuntutan agar dunia internasional tidak menutup mata terhadap ketimpangan ini. Ia menyerukan agar para pencemar utama (big polluters) bertanggung jawab atas dampak krisis iklim yang ditanggung oleh masyarakat kecil seperti di Pulau Pari.

“Kami tidak punya pabrik. Kami tidak menyumbang emisi dalam jumlah besar. Tapi kami yang rumahnya tenggelam lebih dulu,” ujar Edi di hadapan para jurnalis dan pembuat kebijakan internasional.

Langkah Edi bukan hanya simbol perlawanan, tapi juga contoh pengorganisasian masyarakat pesisir dalam menghadapi tantangan ekologis. Setiap pekan, ia bersama warga menanam mangrove secara swadaya sebagai langkah adaptasi. Namun, menurutnya, adaptasi saja tidak cukup. “Kami butuh keadilan. Kami butuh komitmen global yang berpihak pada masyarakat rentan.”

Baca Juga :  Gadai Komputer di deGadai: Solusi Cepat untuk Kebutuhan Dana Mendesak

Apa yang dialami Pulau Pari bukanlah kasus tunggal. Desa Bedono di Demak dan Tambakrejo di Semarang mengalami nasib serupa. Krisis ini bersifat sistemik dan menuntut solusi lintas batas, baik melalui kebijakan yang adil, dukungan pendanaan untuk adaptasi, maupun pengakuan atas hak masyarakat terdampak.

LindungiHutan, sebagai platform penghijauan berbasis kolaborasi, melihat perjuangan seperti yang dilakukan Edi sebagai bagian dari ekosistem gerakan akar rumput yang penting untuk diperkuat. Dalam konteks ini, penghijauan bukan hanya soal menanam pohon, tetapi memperjuangkan hak untuk hidup layak di tengah perubahan iklim.

Artikel ini juga tayang di VRITIMES

Berita Terkait

Bahagianya Petugas Kebersihan KAI, Bisa Pastikan Stasiun dan Kereta Selalu Bersih Demi Kenyamanan Pelanggan
SUPERFOOD: Kandungan Nutrisi dalam Tomat: Lebih Lengkap dari yang Kita Bayangkan
Unggul Dalam Layanan Riset di Pasar Modal, BRI Danareksa Sekuritas Sabet Penghargaan Best Bank for Research in Indonesia dari Euromoney
Pemerintah Minta Gapki Dorong Perusahaan Sawit Tiru PTPN Group Perkuat Dekarbonisasi
Dampak Hilirisasi Aluminium Terintegrasi di Mempawah, Serap 3.130 Tenaga Kerja
LindungiHutan Gelar Dinner Gathering: “Try. Talk. Transform – Green Innovation for Real Business Impact”
KAI Daop 8 Surabaya Hadirkan Diskon Spesial 20% di Surabaya Great Expo 2025
Business Continuity Management System (BCMS): Perkuat Ketahanan Operasional Pelindo
Berita ini 6 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 13 Agustus 2025 - 18:03 WIB

Bahagianya Petugas Kebersihan KAI, Bisa Pastikan Stasiun dan Kereta Selalu Bersih Demi Kenyamanan Pelanggan

Rabu, 13 Agustus 2025 - 17:46 WIB

SUPERFOOD: Kandungan Nutrisi dalam Tomat: Lebih Lengkap dari yang Kita Bayangkan

Rabu, 13 Agustus 2025 - 17:39 WIB

Unggul Dalam Layanan Riset di Pasar Modal, BRI Danareksa Sekuritas Sabet Penghargaan Best Bank for Research in Indonesia dari Euromoney

Rabu, 13 Agustus 2025 - 17:28 WIB

Pemerintah Minta Gapki Dorong Perusahaan Sawit Tiru PTPN Group Perkuat Dekarbonisasi

Rabu, 13 Agustus 2025 - 17:14 WIB

Dampak Hilirisasi Aluminium Terintegrasi di Mempawah, Serap 3.130 Tenaga Kerja

Rabu, 13 Agustus 2025 - 16:31 WIB

KAI Daop 8 Surabaya Hadirkan Diskon Spesial 20% di Surabaya Great Expo 2025

Rabu, 13 Agustus 2025 - 16:07 WIB

Business Continuity Management System (BCMS): Perkuat Ketahanan Operasional Pelindo

Rabu, 13 Agustus 2025 - 15:01 WIB

Peluncuran APRESI: Indonesia Kini Miliki Asosiasi Resmi untuk Industri Executive Search

Berita Terbaru